TEMPO.CO, Jakarta - Berbohong merupakan kapasitas manusia yang vital, menjadi sebuah keterampilan penting yang sering digunakan untuk menjalani perdagangan sosial dengan lancar. Meskipun merupakan operasi kognitif kompleks, kemampuan berbohong memainkan peran kunci dalam perkembangan anak yang normal. Sebagai bentuk manajemen kesan, berbohong membantu individu menghindari hukuman sosial atau memperoleh imbalan sosial. Sebagaimana pakaian dan riasan digunakan untuk komunikasi visual, berbohong dalam komunikasi verbal memberikan keuntungan dalam konteks sosial dan berakar pada landasan evolusi. Baca Juga: Seluk-beluk Tindakan Berbohong dan Kebohongan Namun, di balik kegunaannya, berbohong juga memiliki sisi gelap yang dapat menimbulkan kesengsaraan, kekacauan, dan konflik. Karena itu, mampu mendeteksi kebohongan dalam situasi sosial praktis menjadi esensial. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai metode pendeteksian kebohongan telah diusulkan, namun masih terdapat hambatan signifikan dalam mencapai akurasi yang diharapkan. Dalam tinjauan terbaru, psikolog Tim Brennen dari Universitas Oslo dan rekannya memaparkan beberapa metode pendeteksian kebohongan yang telah mendapat popularitas sejak tahun 1960-an. Pendekatan pertama melibatkan upaya membaca perilaku nonverbal, seperti bahasa tubuh dan ekspresi mikro. Meskipun pernah populer, pendekatan ini banyak dibantah oleh ilmu pengetahuan kontemporer. Mesin pendeteksi kebohongan yang berusaha memanfaatkan neurofisiologi manusia, seperti poligraf, juga belum sepenuhnya efektif. Baca Juga: Pesan Mendalam dari Serial I Do(n't) Love Him Menurut Prilly Latuconsina Metode analisis konten berbasis kriteria (CBCA) dan pemantauan realitas (RM) menunjukkan kemajuan yang lebih menjanjikan, meskipun masih memiliki kelemahan, seperti masalah pengkodean dan bias publikasi. Mesin kecerdasan buatan (AI) menjadi harapan baru dalam deteksi kebohongan, meskipun akurasi mereka masih di bawah harapan, khususnya dalam konteks dunia nyata.Iklan googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-parallax'); }); Scroll Untuk Melanjutkan Teknologi pencitraan resonansi magnetik (MRI) dan fungsional MRI (fMRI) menjanjikan, tetapi memiliki batasan, seperti perbandingan kelompok dan ketidaksepakatan mengenai pemilihan subjek. Pendekatan terbaru yang menggunakan wawancara polisi menunjukkan efektivitas dalam mengekspos inkonsistensi bukti pernyataan.Meskipun berbagai metode telah diuji, keberhasilan deteksi kebohongan masih belum mencapai tingkat yang diinginkan. Fenomena psikologis yang kompleks dan beragam faktor yang memengaruhi perilaku manusia membuat pencarian tanda-tanda kebohongan sulit.Selain menggunakan alat, berikut tanda seseorang sedang berbohong dilansir dari Business Insider:1. Jawaban mereka terhadap pertanyaan lebih singkat2. Mereka menghindari memberikan rincian spesifik3. Mereka mungkin lebih sedikit gelisah4. Mereka tidak memalingkan muka saat berpikir5. Mereka mengulangi pertanyaan sebelum menjawab6. Mereka memiliki gangguan saraf yang spesifik7. Mereka mulai berbicara perlahan, lalu mempercepatnya8. Mereka mengulangi cerita yang sama persis setiap saatPSYCHOLOGY TODAY | BUSINESS INSIDERPilihan editor: Seluk-beluk Tindakan Berbohong dan Kebohongan