Seluk-beluk Tindakan Berbohong dan Kebohongan

Seluk-beluk Tindakan Berbohong dan Kebohongan

TEMPO.CO, Jakarta - Sejak kecil, seseorang diajari bahwa berbohong adalah tindakan buruk yang sebaiknya dihindari.Namun, apakah setiap ketidakjujuran dapat dianggap sebagai kebohongan? Bagaimana cara memahami dan menilai pernyataan yang mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan kenyataan? Baca Juga: KPK Rilis 9 Nilai Integritas Lawan Tindakan Korupsi Dikutip dari Psychology Today, pada dasarnya, kebohongan diartikan sebagai membuat pernyataan yang tidak benar dengan maksud untuk menipu. Namun, seberapa sering seseorang menemui situasi di mana kebenaran tampaknya tidak dapat dipisahkan dari ketidakjujuran yang lebih halus? Sebagai contoh, ketika seseorang bertemu dengan kenalan di tempat kerja dan bertukar senyuman sambil mengatakan bahwa semuanya "baik-baik saja," padahal sebenarnya dia merasa lelah dan kesal, apakah itu dianggap sebagai kebohongan? Bagaimana dengan situasi di mana seseorang memberikan informasi yang tidak lengkap kepada pasangannya, seperti tidak menceritakan pertemuan dengan mantan pacarnya.Ketika mencoba memahami kebohongan, seseorang dapat merinci definisi umumnya. Pertama, pernyataan harus dibuat. Ini bisa melibatkan komunikasi verbal, tulisan, atau bahkan tindakan yang menyampaikan makna. Kedua, pernyataan tersebut harus tidak benar, artinya informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan realitas. Terakhir, penutur harus memiliki niat untuk menipu. Baca Juga: Pesan Mendalam dari Serial I Do(n't) Love Him Menurut Prilly Latuconsina Namun, ketika diteliti lebih jauh, muncul pertanyaan tentang kebenaran dan kebohongan yang tidak selalu hitam atau putih. Apakah seseorang berbohong ketika menyampaikan pernyataan yang, meskipun tidak sepenuhnya akurat, pada dasarnya benar? Contohnya, ketika seseorang menghindari pertanyaan dengan memberi informasi yang hanya sebagian benar, apakah itu dianggap sebagai kebohongan?Keberagaman contoh ketidakjujuran membuat definisi umum tentang kebohongan terasa kurang inklusif. Sejumlah filosof merasa definisi ini terlalu membatasi, mendorong pemikiran tentang apakah kebohongan selalu melibatkan pernyataan tidak benar.Iklan googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-parallax'); }); Scroll Untuk Melanjutkan Beberapa filosof mendukung revisi definisi umum, menggantinya menjadi "berniat untuk menipu." Dengan definisi ini, menyembunyikan informasi dengan maksud untuk menipu bisa dianggap sebagai kebohongan. Hal serupa berlaku untuk penggunaan bahasa yang sebenarnya benar, tetapi sengaja menyesatkan.Sebagian lagi mengusulkan pandangan yang lebih luas tentang kebohongan, menghapus persyaratan bahwa kebohongan selalu melibatkan niat menipu. Definisi ini menyatakan bahwa kebohongan terkadang bisa tidak disengaja, seperti ketika kupu-kupu meniru warna kupu-kupu berbisa untuk menghindari pemangsa. Beberapa peneliti penipuan, seperti Aldert Vrij, menawarkan definisi yang lebih ketat, memasukkan persyaratan bahwa kebohongan harus disengaja dan tanpa peringatan dini. Definisi ini mencakup manipulasi bahasa yang berhasil atau tidak, seperti pernyataan yang salah, menggambarkan fakta keliru, atau menyembunyikan informasi.Dilansir dari Very Well Mind, survei dan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar orang mengaku pernah berbohong, walaupun dalam tingkatan yang berbeda. Sebagian besar kebohongan bersifat kecil dan bertujuan melindungi perasaan orang lain. Namun, ada juga kebohongan yang lebih serius, seperti menyembunyikan informasi penting atau bahkan tindakan kriminal.Pilihan editor : 

Source : https://gaya.tempo.co/read/1828369/seluk-beluk-tindakan-berbohong-dan-kebohongan