TEMPO.CO, Jakarta - Psikiater di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, Dr. dr. Kristiana Siste Kurniasanti, SpKJ(K), menjelaskan remaja merupakan periode rentan mengalami kecanduan karena kondisi perkembangan otak yang belum sempurna atau matang."Populasi remaja merupakan populasi yang sangat rentan untuk mengalami adiksi karena area otaknya yang mengatur emosi, menilai situasi, dan mengambil keputusan masih berkembang sehingga perilaku impulsifnya masih terus tinggi," kata Siste dalam diskusi daring, Minggu, 24 Maret 2024. Baca Juga: 4 Dampak Buruk Kecanduan pada Kognitif Anak Alumni Universitas Indonesia itu menjelaskan perkembangan korteks prefrontal atau bagian depan otak yang berfungsi untuk membuat keputusan, mengatur emosi, dan menilai situasi baru memasuki tahap sempurna di usia 21 atau 22 tahun. Karena itu, di usia remaja atau bahkan anak-anak, proses pengambilan keputusan masih bersifat impulsif atau tanpa berpikir panjang serta lebih mengedepankan emosi. "Area untuk mengambil keputusannya belum matang sehingga perilakunya impulsif. 'Aku kesal dimusuhi sama teman, ya udah deh aku ngeganja aja karena perasaanku lebih enak kalau aku ngeganja,' atau 'Ya udah deh aku main game aja yang lama karena perasaan aku lebih enak ketika main game'," ujar Siste.Pengaruh biologisSelain perkembangan otak, faktor biologis lain yang mempengaruhi munculnya adiksi adalah sistem pengeluaran hormon dopamin dan faktor keturunan. Baca Juga: Sebab Ada Orang yang Lebih Panjang Umur Dibanding yang Lain "Mereka yang mengalami adiksi dipengaruhi biologi juga yang berperan. Biologi ini artinya ada genetik juga yang berperan, misalnya sistem dopamin yang di dalam tubuh kita juga. Secara biologis yang lain, genetik itu ada keluarga kita yang pernah mengalami gangguan adiksi," ujarnya.Iklan googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-parallax'); }); Scroll Untuk Melanjutkan Di samping faktor biologis, Kepala Divisi Psikiatri Adiksi, Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI RSCM itu juga menyebut kecanduan juga bisa timbul dari pola asuh yang terlalu membebaskan maupun mengekang anak."Pola asuh yang sifatnya permisif, apa-apa boleh, tidak ada aturan yang jelas, atau pola asuh yang sifatnya otoriter, semuanya tidak boleh, harus dari orang tua, tidak ada komunikasi yang hangat, itu adalah risiko tinggi untuk mengalami adiksi," paparnya.Karena itu, dia mendorong orang tua untuk menerapkan pola asuh yang hangat, mengedepankan empati dan komunikasi yang baik sehingga dapat membantu mencegah kecanduan pada anak-anak dan remaja.Pilihan Editor: Pesan Dokter Anak pada Remaja untuk Cegah Kelahiran Stunting
Source : https://gaya.tempo.co/read/1849235/psikiater-ungkap-penyebab-remaja-rentan-alami-kecanduan