TEMPO.CO, Jakarta - Kue keranjang adalah salah satu ciri khas perayaan Imlek. Kue dengan rasa manis dan tekstur kenyal serta lengket ini memiliki arti dan filosofi yang begitu bermakna bagi masyarakat Tionghoa."Kue keranjang ini dibuat dari gula, ketan, dan juga air. Jadi, dalam kue keranjang itu memiliki filosofi yang begitu erat dalam kehidupan kita," kata pemilik merek kue keranjang Hoki, Kim Hin Jauhari, yang sudah melakoni usaha ini sejak tahun 1988, saat dijumpai di Sawangan, Depok, beberapa waktu lalu. Baca Juga: Terpopuler: Deretan Diskon Imlek dari Hokben, Abuba Steak, Burger King hingga Wingstop; Walhi Bicara soal Rencana Food Estate Baru di Sumsel, NTT dan Papua Menurutnya, rasa manis yang dihasilkan dari gula diyakini akan dapat memberikan berbagai hal positif dalam kehidupan di Tahun Baru Imlek, seperti rezeki, hubungan yang jauh lebih baik antarsesama dan juga anggota keluarga. Sedangkan tekstur yang kenyal dan juga lengket dipercaya dapat meningkatkan hubungan yang erat antaranggota keluarga, sanak saudara, dan juga kerabat. Dengan dimensi yang bulat, kue ini seolah ingin merepresentasikan keutuhan hubungan antara sesama, baik keluarga, tetangga, serta masyarakat sekitar agar senantiasa bergandeng tangan tanpa harus mendahulukan ego masing-masing. Jauhari bercerita kebiasaan masyarakat Tionghoa memesan kue keranjang pada saat Imlek adalah untuk dibagikan kepada orang-orang sekitar."Kami yang merayakan Imlek percaya akan hal itu," jelasnya. Baca Juga: Sejarah Kue Keranjang yang Jadi Ciri Khas Tahun Baru Imlek Meski begitu, filosofi tersebut dikatakan Jauhari hanya berlaku pada saat perayaan Imlek saja. Ketika kue keranjang itu dikonsumsi tidak saat perayaan Imlek, filosofi tersebut tidak berlaku lagi.Sudut pandang akademisKue keranjang atau Nian Gao merupakan wujud nyata kerekatan warga lokal dan juga masyarakat Tionghoa. Kue keranjang menurut catatan sejarah kuliner Indonesia sudah hadir sejak abad ke-19. Iklan googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-parallax'); }); Scroll Untuk Melanjutkan Kue manis yang kaya sejarah di masa lalunya ini merupakan salah satu simbol keharmonisan masyarakat Tionghoa dan masyarakat Nusantara karena terdapat berbagai hidangan yang kemudian diadopsi menjadi sajian khas Nusantara. Rasa dan tekstur yang lengket membuat kue keranjang ini memiliki beberapa kemiripan dengan dodol di masyarakat Jawa dan juga Betawi pada masa itu."Kalau dari bukti-bukti tertulis dan sejarah, kue ini mulai tampak pada abad ke-19. Banyak keluarga peranakan Tionghoa di Betawi dan Pulau Jawa memunculkan home industry kue ini untuk perayaan Imlek," ucap sejarawan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, Fadly Rahman.Menurut sejarah yang ada, Fadly membenarkan masyarakat Tionghoa amat menghargai simbol-simbol dan juga keyakinan yang kuat. Hal itu juga terjadi pada dunia kuliner. Oleh karena itu, dia berpendapat kue keranjang ini memiliki simbol untuk saling merekatkan hubungan antara sesama. Hal itu terlihat dari tekstur yang lengket kue ini.Masyarakat Tionghoa sendiri memiliki keragaman yang kaya sejarah kuliner. Berbagai adopsi muncul ketika mereka bersandar ke Nusantara. Masyarakat Tionghoa kala itu tidak hanya membawa kepentingan agama, ekonomi, dan budaya tapi juga membawa berbagai komoditas pangan negara asal yang saat ini telah menjadi makanan sehari-hari masyarakat Indonesia."Yang pasti, dalam perjalanan sejarah kuliner Indonesia memang tidak bisa dihindari dari pengaruh Tionghoa. Mereka banyak memperkenalkan komoditas pangan yang dibudidayakan di negara mereka sehingga saat ini kita mengenal kedelai dan juga olahan turunannya seperti kecap, tahu, maupun tauco," tutur dia.Pilihan Editor: Beragam Penawaran Diskon dan Promo di Masa Imlek 2024
Source : https://gaya.tempo.co/read/1832010/makna-sosial-kue-keranjang-yang-jadi-ciri-khas-perayaan-imlek