TEMPO.CO, Jakarta - Menurut riset kesehatan dasar (RISKESDAS) Kemenkes 2023, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian terbesar kedua di Indonesia setelah stroke. Kematian yang disebabkan penyakit jantung dapat berupa serangan jantung maupun henti jantung. Serangan jantung terjadi ketika pembuluh darah koroner tersumbat sehingga jantung tidak mendapat oksigen dan nutrisi serta berakibat fatal. Adapun henti jantung terjadi ketika listrik jantung berdenyut supercepat (>300 denyut per menit), yang mengakibatkan seseorang kolaps dan bisa meninggal dalam waktu kurang dari 10 menit sehingga sering disebut sebagai kematian jantung mendadak (KJM). Baca Juga: Memahami Sindrom Brugada, Gangguan Irama Jantung dengan Risiko Kematian Untuk mencegah terjadinya KJM, diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk mengidentifikasi apakah seseorang mempunyai risiko tinggi mengalami KJM. Disini, ekokardiografi (EKG) memiliki peran penting sebagai rekaman aktivitas listrik jantung ke dalam sebuah kertas. “Pemeriksaan EKG merupakan pemeriksaan sederhana yang penting dalam mengidentifikasi apakah seseorang berisiko tinggi mengalami KJM atau tidak,” papar spesialis jantung dan pembuluh darah Sunu Budhi Raharjo, konsultan aritmia di Heartology Cardiovascular Hospital lewat keterangan yang diterima Tempo.Gangguan irama jantungPenyakit jantung sendiri memiliki beberapa jenis dan sering terjadi secara mendadak, termasuk pada orang yang sehat. Jenis penyakit jantung yang paling sering mengakibatkan henti jantung adalah gangguan irama jantung atau aritmia yang berupa fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel yang cepat. Baca Juga: Spesialis Sarankan Penderita Penyakit Jantung Kategori Ini Tak Puasa Ramadan Iklan googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-parallax'); }); Scroll Untuk Melanjutkan Di Indonesia, jumlah pasien yang meninggal akibat KJM diperkirakan lebih dari 100.000 per tahun. Salah satu jenis yang muncul adalah Sindroma Brugada, gangguan aritmia yang terjadi pada pasien tanpa keluhan dan menjadi penyumbang terbesar kematian jantung mendadak pada orang sehat (>20 persen), terutama di Asia Tenggara. Penderita akan mengalami impuls listrik pada sel di bilik kanan atas jantung sehingga menyebabkan jantung mudah berdetak dengan cepat.Penanganannya perlu dilakukan pemasangan alat kardiak defibrilator implan (ICD) agar mampu menormalkan denyut jantung sehingga terhindar dari risiko fatal. Dengan kemajuan teknologi, pemasangan ICD kini tak perlu langsung di jantung tetapi di bawah kulit melalui metode Subcutaneous Implantable Cardioverter Defibrillator (S-ICD). Pada 9 Maret 2024, Heartology menjadi rumah sakit jantung pertama di Indonesia yang melakukan pemasangan S-ICD pada pasien Sindrom Brugada.Pilihan Editor: Ragam Masalah Kesehatan Mulut yang Mengindikasikan Kondisi Lebih Serius
Source : https://gaya.tempo.co/read/1850342/pentingnya-ekg-untuk-pemeriksaan-awal-penyakit-jantung