TEMPO.CO, Jakarta - Gangguan Dismorfik Tubuh (Body Dysmorphic Disorder/BDD) merupakan kondisi mental yang ditandai oleh persepsi yang terdistorsi terhadap penampilan fisik seseorang, bahkan ketika tak ada kecacatan yang nyata. Kenali Gangguan DismorfikDikutip dari Mayo Clinic, orang dengan gangguan ini cenderung terobsesi dengan ketaksempurnaan yang mereka anggap pada tubuh atau wajah mereka. Hal ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang parah dan mengganggu kehidupan sehari-hari mereka. Baca Juga: Penelitian Sebut Penyakit Autoimun Juga Memicu Depresi dan Kecemasan Belum diketahui secara spesifik apa penyebab gangguan dismorfik tubuh. Seperti banyak kondisi kesehatan mental lainnya, gangguan dismorfik tubuh dapat disebabkan oleh kombinasi beberapa masalah. Ini termasuk riwayat gangguan dalam keluarga, evaluasi atau pengalaman negatif tentang tubuh atau citra diri Anda, dan fungsi otak yang tidak normal atau tingkat bahan kimia otak yang tidak normal. disebut serotonin.Anak perempuan lebih rentan mengalami gangguan dismorfik tubuh Baca Juga: Bedakan Bipolar Disorder dan Kepribadian Ganda Gangguan dismorfik tubuh biasanya dimulai pada awal masa remaja dan menyerang pria maupun perempuan.Namun, sebuah studi mengatakan anak perempuan terutamanya remaja, berpotensi enam kali lebih sering mengalami gangguan dismorfik tubuh yang dapat memberi dampak negatif pada kualitas hidup anak.Dikutip dari Medical Daily, gangguan dismordik tubuh merupakan suatu kondisi kesehatan mental di mana penderitanya merasa terdapat kekurangan pada fisiknya dan dipikirkan secara berlebihan.Dalam studi itu, penyakit mental itu mampu membuat penderitanya merasakan emosi negatif yang berdampak signifikan pada kualitas hidup. Kondisi tersebut seringkali tidak terdeteksi dan penderitanya sulit mendapatkan pengobatan di usia mudanya.Profesor Psikolog dari Universitas College London Georgina Krebs menyebut biasanya penderita mengalami gejala seperti berpikir berlebihan tentang kekurangan atau kecacatan tubuh yang mungkin dirasa tidak penting oleh orang lain.Gejala lainnya, yaitu penderita berulangkali memeriksa penampilannya di depan cermin atau mengambil foto dirinya (selfie) sambil mengalami serangan panik saat melihat kekurangan pada dirinya, merasa malu atau jijik pada tubuhnya, merasa takut karena berpikir orang lain akan menatap, menghakimi atau mengolok tubuhnya.Iklan googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-parallax'); }); Scroll Untuk Melanjutkan Krebs yang juga menjabat sebagai pemimpin Peneliti Georgina Krebs itu mengatakan gejala selanjutnya adalah timbul rasa memerlukan prosedur medis berulang, seperti bedah kosmetik, untuk memperbaiki kekurangannya hingga pikiran untuk menyakiti diri sendiri.Penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti. Tapi para ahli percaya bahwa faktor-faktor seperti genetika, struktur otak, pengaruh budaya, dan riwayat pengalaman masa kecil yang buruk termasuk pelecehan, penelantaran, atau intimidasi dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi tersebut.“Karena orang-orang muda dengan BDD cenderung tidak secara spontan mengungkapkan gejala-gejala mereka kecuali jika ditanya secara langsung, maka sangat penting bagi dokter untuk menggunakan alat skrining BDD dan bertanya langsung kepada orang-orang muda tentang masalah penampilan mereka,” kata Krebs dikutip dari Antaranews.Lebih lanjut melalui studi terbarunya, ia menganalisis data lebih dari 7.600 anak-anak dan remaja yang menjadi bagian dari survei kesehatan di Inggris.Survei tersebut mencakup pertanyaan mengenai apakah anak tersebut pernah mengalami kekhawatiran tentang penampilannya. Responden yang menjawab sedikit atau banyak menjalani pemeriksaan tambahan untuk gangguan dismorfik tubuh.Hasil yang diterbitkan dalam Journal of American Academy of Child and Adolescent Psychiatry menunjukkan bahwa gangguan dismorfik tubuh mempengaruhi 1,8 persen anak perempuan dibandingkan 0,3 persen anak laki-laki.Para peneliti mencatat bahwa sekitar 70 persen anak-anak yang didiagnosis dengan BDD juga mengalami setidaknya satu gangguan psikologis lain seperti kecemasan dan depresi. Sehingga pasien muda dinilai memerlukan skrining gangguan kecemasan dan depresi hingga penyakit penyerta.Kemudian sekitar setengah atau 42 persen orang-orang dengan BDD melaporkan tindakan menyakiti diri sendiri atau upaya bunuh diri, dibandingkan dengan hanya persen persen di antara mereka yang tidak mengalami gangguan tersebut.“Keasyikan penampilan merupakan fenomena klinis yang signifikan, terkait dengan morbiditas substansial. Diperlukan untuk meningkatkan kesadaran akan gangguan disformik tubuh, meningkatkan praktik skrining, dan mengurangi hambatan terhadap pengobatan berbasis bukti" tulis para peneliti.Pilihan editor: Lana Condor Ungkap Rutinitas Harian untuk Melawan Body Dysmorphia