TEMPO.CO, Jakarta - Puasa Ramadan bisa menjadi kesempatan untuk menghentikan pola makan gula berlebih agar terhindar dari risiko diabetes terhadap kesehatan mata. Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Widya Artini Wiyogo, Sp.M(K), mengatakan penderita diabetes melitus sangat susah ditangani ketika mengalami glaukoma."Penderita diabetes itu yang paling susah ditangani oleh kami (dokter spesialis mata subspesialis glaukoma) karena harus menangani diabetesnya, harus melaser retinanya, harus disuntik untuk menghilangkan pendarahannya, diteteskan obat, dan operasi pasang selang," kata Widya pada acara diskusi soal kesehatan mata bersama Rumah Sakit Spesialis Mata Jakarta Eye Center (JEC) di Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. Baca Juga: Deretan 5 Tips Berpuasa Sehat Bagi Para Lansia Ketika berbuka puasa Ramadan, sebaiknya minum lebih banyak air putih untuk mengurangi keinginan mengonsumsi minuman dan makanan manis. Ini merupakan cara disiplin tubuh mencegah glaukoma akibat diabetes. Jenis glaukoma neovaskular umumnya diakibatkan diabetes melitus yang tidak terkontrol. 90 persen tak terdeteksiDi negara berkembang, 90 persen kasus glaukoma tidak terdeteksi. Hal itu diperparah fakta sekitar 1 miliar orang di dunia belum memiliki akses terhadap kesehatan mata. Dalam rangka memperingati Pekan Glaukoma Sedunia pada 10-16 Maret 2024, JEC Group menyelenggarakan berbagai sosialisasi dengan tema "Gerakan Sadar Glaukoma: Guna Menyelamatkan Kualitas Hidup Kita."Iklan googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-parallax'); }); Scroll Untuk Melanjutkan Kegiatan itu ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan masyarakat terkait glaukoma yang tidak dapat direhabilitasi dan perlu pencegahan kebutaan akibat glaukoma, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya deteksi glaukoma sedini mungkin karena penyakit itu nyaris tanpa gejala. Penyebabnya adalah cairan yang terperangkap di rongga bola mata yang menekan hingga bagian belakang saraf optik dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. Baca Juga: JEC Group Edukasi Dini Bahaya Glaukoma Kondisi ini dapat dialami oleh usia berapa pun. Namun seiring peningkatan faktor risiko, kondisi ini banyak dialami oleh kalangan berusia di atas 40 tahun. Umumnya, tekanan darah di bola mata pasien saat diperiksa cukup tinggi, di atas 21 mmHg. Diagnosa glaukoma menggunakan alat tomografi koherensi optik (OCT), yaitu teknologi pencitraan yang menggunakan interferometri koherensi rendah untuk mendapatkan gambar penampang lapangan pandang.Pilihan Editor: Macam Faktor Risiko yang Memperparah Glaukoma